aprilhatni.com
aprilhatni.com

Mengapa Harus ke Qatar?

hidup di qatar

Farewell Party Pak Ari

“Din din...” terdengar suara klakson mobil di depan rumah.

Pertanda suami sudah sampai. Kubuka pintu rumah, tak lupa dengan memasang senyum untuk menyambutnya, seperti biasanya.

    “Nanti habis Magrib kita diundang Pak Ari” sembari meletakkan tas di atas meja dan kami pun duduk berdua di ruang tamu.
    “Di mana?” tanyaku dengan nada heran.
    “Restoran Kurnia Dewi” jawab suamiku.
    “Ya sudah, aku mandi sekarang aja ya...terus siap-siap” timpalku.

Setelah menunaikan ibadah Shalat Magrib, kami pun berangkat ke tempat tujuan dengan mengendarai sepeda motor yang baru kami beli beberapa hari. Selama perjalanan, aku pun mulai penasaran dan membuka percakapan untuk menanyakan tentang resign nya Pak Ari kepada suami.

    “Pak Ari mau pindah kah?” tanyaku padanya.
    “Iya, pindah ke Qatar”
    “Oh, emangnya di Qatar lebih enak dari sini ya?”
    “Ya jelaslah. Makanya banyak yang niat ke sana atau kadang di antara mereka hanya sekedar iseng nyoba ngelamar, eh taunya diterima”
    “Selain itu, kalau mau berencana Umroh atau Haji juga lebih dekat. Mungkin itu juga sebagian misi dari mereka” jawab Suami.

Sepanjang perjalanan kami pun ngobrolin tentang Qatar ini. Dalam hati sempat tersirat keinginan ke sana, namun belum yakin apakah suami juga terobsesi seperti yang lainnya.

    “Yuk turun! dah sampai nih” colek suami.

Hampir terkejut, tak terasa aku telah melamun selama perjalanan tadi dan baru tersadar bahwa kami sudah sampai di tempat tujuan. Aku perhatikan banyak kendaraan terparkir di sebelah kiri dan kanan. Sungguh ku terpesona melihat restoran ini, luas, bersih, dan asri. Lalu aku coba menengok ke ruang dalam yang tak jauh dari tempat motor kami diparkir,

    “Kok hanya sedikit orang yah”? pikirku.
    “Bukan di situ, di sana tuh tempatnya!” Suami menunjuk arah pojok belakang restoran, tepatnya di lantai dua.

Kami pun bergegas menuju ke ruangan tersebut, ternyata sudah banyak orang yang memenuhi ruang itu, dan kami pun disambut hangat oleh Pak Ari beserta istri.

Senyum sumringah Bu Ari mempersilahkan kami masuk dan menikmati hidangan yang tersedia.

    “Silahkan, Bu!” Sambil menunjuk hidangan yang terletak di depan ruangan.
    “Terima Kasih, Bu.” Jawabku.

Setelah mengambil makanan dan minuman, lalu aku pun duduk bersama ibu-ibu lainnya.

    “Kapan datang, Bu?” Tanya seorang ibu yang duduk di sebelahku.
    “Seminggu yang lalu, Bu?” Jawabku sambil tersenyum.

Memang baru semingguan ini aku berada di Tuban, dan sebelumnya aku bekerja sebagai guru di Yayasan Pupuk Kaltim, Bontang.

Setelah ramah tamah dan mengikuti serangkaian acara, kami pun pulang.

    “Senang ya bu Ari, bentar lagi ke Qatar” aku buka obrolan dengan suami saat perjalanan pulang.
    “Ya pastilah!” Jawab suami.
    “Mudah-mudahan kita bisa secepatnya nyusul ya, ups hehe...” candaku kepada suami.

Namun suami tak bergeming dengan candaanku tadi. Yah, memang suami tipikal orang yang pendiam dan ngomong hanya seperlunya saja.

Waktupun berlalu, dan kami tak pernah membahas tentang Qatar lagi. Aku mulai fokus dengan program hamil yang selama ini sudah kami rencanakan. Karena hampir tujuh bulan menikah aku belum juga hamil, padahal kami sudah tak sabar memiliki momongan.

Aku dan suami mencoba konsultasi dengan salah satu dokter kandungan setelah mendapatkan informasi dari seorang teman. Alhamdulillah seminggu setelah konsultasi, tepat bulan Oktober 2007, aku pun dinyatakan positif hamil.

Namun, di tengah-tengah masa kehamilanku, ada sedikit masalah yang terjadi pada perusahaan tempat suami bekerja. Issue yang beredar saat itu, akan ada beberapa Supervisor yang rencananya dirumahkan. Hal ini pun kudengar dari suami.

    “Trus gimana, Pa? Apa rencana kita ke depan?”
    “Belum tahu, kita lihat saja beberapa bulan ke depan” pungkasnya.

Sempat mengganggu pikiran, namun aku tetap berusaha berpikir positif dan fokus pada kesehatanku dan janin yang ada di dalam kandunganku.

Mendapat Email Penerimaan Kerja

Kini usia kandunganku menginjak tujuh bulan. Aku sudah tidak terlalu memikirkan issue itu lagi, karena aku yakin, hidup, mati, dan rezeki Allah lah yang mempunyai kuasa atas itu semua.

menerima email panggilan tes

Harga minyak mentah semakin melambung, awalnya $60 per barel kini menjadi $100. Suami yang sedari awal pulang pergi dengan mobil/jemputan khusus, kini terpaksa naik bus dengan yang lainnya, karena kondisi perusahaan waktu itu sedang tidak stabil.

Tidak ada hentinya aku bermunajat kepada Allah, semoga tidak terjadi apa-apa hingga ke depannya. Dan suami masih bekerja di perusahaan tersebut, setidaknya hingga aku melahirkan.

Hari berganti, bulan pun berganti, dan usia kandunganku kini menginjak delapan bulan. Sore itu, menjelang Magrib, aku sedang asyik ngobrol dengan ibu tentang rencana melahirkan, calon nama bayi dan tentunya banyak lagi hal lainnya menjadi obrolan kami waktu itu.

Ibu dan adikku saat itu memang sedang berkunjung ke rumah kami, karena selama aku hamil, kami sudah tidak sempat ke rumah ibu lagi di Nganjuk. Senang rasanya dikunjungi orang tua, karena sebagai bentuk perhatian terhadap anaknya, sehingga obrolan ngalor ngidul nggak terasa lama.

    “Ma, sini deh!” Kudengar suara dari arah ruang tamu.
    “Sebentar ya, Bu!” Izinku kepada ibu.
    “Iya, Pa” Aku hampiri suami yang sedang di depan laptop.
    “Dapat email nih, dari QP” sambil menunjukkan ke arah layar laptop.
    “Oh, ya Allah...alhamdulillah. Jadi selama ini apply lamaran ke sana ya tanyaku padanya dengan sangat terkejut hingga air mata tak terasa mbrebes mili karena bahagia.

Sungguh aku nggak menyangka, secara diam-diam ternyata suami kirim lamaran ke perusahaan di Qatar. Waktu itu ada dua perusahaan yang menerimanya, namun tetap satu yang harus dipilihnya. Akhirnya pilihan jatuh ke Qatar Petroleum yang sekarang berganti nama Qatar Energy.

Tes ke Qatar

Hari berlalu, bulan pun berganti, dan di bulan Juli 2008, telah terlahir anak kami yang pertama, yang kami beri nama Prista Kusuma Dewi. Kebahagiaan serasa lengkap di keluarga kami dengan hadirnya bayi mungil yang telah lama kami nantikan.
kerja di qatar

Tepat di usia 10 hari anak kami, suami berangkat ke Qatar untuk menjalani serangkaian tes dari perusahaan Qatar Petroleum. Ada rasa bahagia, penuh harap, dan kekhawatiran saat suami melangkahkan kaki ke luar negeri untuk kali pertama.

Berat rasanya waktu itu, dada terasa penuh dan air mata rasanya ingin muntah, namun harus kutahan, supaya tidak memberatkan langkahnya.

    “Ma, aku berangkat dulu, ya!” pamitnya.
    “Iya, Pa. Hati-hati ya! Semoga dimudahkan dan dilancarkan semuanya oleh Allah. Aamin.”
    Mbok, pamit rumiyin nggih!” (Bu, saya pamit dulu ya!)
    Iyo, Le. Tak dungakne lancar kabeh!” (Iya Nak, semoga semuanya lancar dan selamat sampai tujuan)

Suami memutuskan untuk berjalan kaki menuju jalan utama, karena memang saat itu Becak pun hanya tersedia di jalan utama.

Aku dan ibu mertua mengantar suami hingga di depan rumah kami. Kulihat punggung suami semakin jauh hingga tak terlihat, seketika air mata yang sedari tadi masih mengendap di pelupuk mata akhirnya tumpah dan mengucur deras.

    “Ya, Allah ... lindungilah suamiku” pintaku lirih kepada Sang Pencipta.

Malam pun tiba, seakan berat untuk memejamkan mata, karena menunggu kabar darinya, apakah sudah sampai tujuan kah atau masih dalam perjalanan? Hati ini terus bertanya-tanya.

Berulang kali ku menatap layar handphone, namun nihil. Belum ada telpon atau SMS yang masuk. Hingga tepat pukul 9 pagi, layar handphone menyala, aku pun bergegas untuk mengeceknya, ternyata ada SMS masuk.

        “Aku dah sampai, Ma”

Kurang lebih begitu isinya. Alhamdulillah, lega rasanya dapat kabar darinya.

Lima hari kemudian, suami datang. Kami pun ngobrol tentang pengalamannya selama di Qatar dan selama perjalanan. Ada kisah lucu dan seru, aku pun ikut terhanyut saat mendengarkannya.

Sambil menunggu hasil tes dari QP, kami pun mulai mempersiapkan semuanya. Hingga melatih anak untuk naik angkutan umum jarak jauh, karena Prista termasuk tipikal anak yang tak terbiasa di tempat yang ramai dan banyak orang, selalu saja menangis dalam waktu yang lama dan susah ditenangkan.

Bismillah, kami mencoba pergi ke Surabaya dengan menggunakan bus. Jarak tempuh Tuban-Surabaya kurang lebih lima jam.

Satu jam perjalanan masih tenang dan tetap anteng di gendongan, namun setelah itu Prista mulai agak sedikit rewel dan menangis ketika pandangannya mengarah ke penumpang di sekitar kami. Padahal saat itu kami naik Bus Cepat (di dalam ada AC dan penumpang juga sesuai kapasitas/tidak full).

Dalam kondisi seperti itu, aku mencoba untuk tetap tenang, tidak panik dan tak lupa sambil berdoa. Menenangkannya hingga dia merasakan kenyamanan dan tidak merasa terganggu dengan kondisi sekitarnya.

Tak lama kemudian tangisannya pun mereda. Ia sudah mulai beradaptasi dengan kondisi yang ada, sudah nggak takut lagi dengan penumpang lainnya.

Berangkat ke Qatar

Setelah menunggu beberapa bulan, akhirnya suami mendapatkan email kedua dari Perusahaan QP. Suami resmi diterima di perusahaan tersebut dan suami berangkat di bulan Maret 2009. 

Sementara itu, aku dan anak tinggal di Nganjuk, rumahnya bapak dan ibu. Rumah kami yang berada di Tuban terpaksa kami kosongkan terlebih dahulu, dengan berbagai pertimbangan.

pindah ke qatar

Tujuh bulan berlalu tepatnya di bulan Oktober, suami pulang untuk menjemput kami. Setelah mempersiapkan semuanya dan mengecek segala kelengkapan dokumen yang diperlukan, kami pun berangkat ke Qatar.

Alhamdulillah selama di perjalanan, Prista tetap tenang dan tidak tantrum. Apalagi selama dalam pesawat, dia sudah terbiasa dengan banyak orang, jalan kesana kemari sudah tidak takut lagi hingga pesawat landing.

Jarak tempuh antara Jakarta-Doha adalah sembilan jam perjalanan. Kami berangkat dari Jakarta pukul 21.00 WIB dan sampai di Doha keesokan hari pukul 06.00 waktu setempat.

Sesampai di Doha International Airport, aku merasakan hawa yang sangat dingin, ternyata waktu itu di Qatar musim dingin (Winter). Lantas, bagaimanakah dengan Prista?Alhamdulillah Prista bisa beradaptasi dengan kondisi yang ada, karena saat itu masih berada di gendongan.

Lalu kami pun harus melanjutkan lagi perjalanan selama satu jam untuk menuju akomodasi yang sudah disediakan oleh perusahaan, yang berada di Mesaieed.

Selama perjalanan Doha-Mesaieed hanya sedikit kendaraan yang berlalu lalang, sejauh mata memandang hanyalah padang pasir yang terbentang luas. Alhamdulilah tepat pukul 07.30 waktu setempat, kami sudah berada di akomodasi.

Mesaieed Industrial City, Qatar Petroleum New Villa JF 326. Sebuah Akomodasi yang disediakan oleh Perusahaan Qatar Petroleum, akomodasi ini cukup luas dan sangat nyaman. Sebuah Villa yang mempunyai dua lantai, di lantai satu ada sebuah ruang tamu yang cukup luas, dapur, ruang makan, dan toilet.

Sedangkan di lantai dua, ada tiga kamar tidur dan dua kamar mandi, setiap ruangan dilengkapi dengan AC. Ada pula halaman depan dan belakang yang bisa saja kita olah/ditanami sayur, bunga-bungaan atau tanaman lainnya.

Alhamdulillah, wasyukurilah tak henti-hentinya aku bersyukur kepada Allah sambil menyusuri ruangan demi ruangan di dalam rumah tersebut.

13 comments

  1. Menarik, doakan saya biar ke qatar juga hehe

    ReplyDelete
  2. Jauh sekali ... aku tipe jadul mungkin ... yang penting dirumah bersama keluarga ... tapi bagus kok tulisannya bisa mereview tempat yang mau pergi-pergi jalan-jalan atau sekolah

    ReplyDelete
  3. hai mba April, salam kenal ya mbaa aku juga ikutan workshop ISB nih dan kebetulan aku lahir di Nganjuk dan ibukku asli Nganjuk. Baca ceritanya seperti miracle ya mba, sehat-sehat selalu buat sekeluarga

    ReplyDelete
  4. Mbak april, aku pengen ikut ke qatar wkwkwk

    ReplyDelete
  5. Aku kesini karena baca judulnya, jadi pingin ke qatar juga wkwk

    ReplyDelete
  6. pengen juga kerja di keluar negeri tapi ini bahasa inggris saya pas-pasan mb, akhirnya pengen kerja di rumah aja

    ReplyDelete
  7. Masha Allah, doa yang di ijabah Allah. Rezeki istri sholeha ini. Tetangga juga suaminya di Qatar. Jadi pingin main kesana. Eeh, gak nyambung heuheu

    ReplyDelete
  8. Masya Allah mbak.. perjalanan hidup orang emang beda2 ya. Salut dg ksabaran Mbak mendampingi suami. Semoga selalu sehat mbak ^^

    ReplyDelete
  9. aku kira masih panjang ceritanya. eh ternyata udahan haha lanjutin lagi mba cerita serunya di Qatar seru bacanya.

    ReplyDelete
  10. Ditunggu cerita lanjutan hidup di Qatar bersama suami dan anak, mba. Sehat selalu mba.

    ReplyDelete
  11. Wishlist suami nih bsa kerja di Arab, klo mudik brpa lama skali nih mba?

    ReplyDelete
  12. MasyaAllah mbak, ternyata cerita awalnya begitu menginspirasi.
    Kekuatan doa seorang istri.

    ReplyDelete
  13. Mengapa harus ke Qatar?? Karena di sana belahan jiwamu sedang mencari nafkah untuk keluarganya.

    semoga sehat-sehat dan sukses selalu ya mbak. Mudah2an kita bisa ketemu dan jalan2 di Qatar suatu saat nanti yaa. Amin!

    ReplyDelete