aprilhatni.com
aprilhatni.com

Psikologi di Balik Mengapa Kita Bertemu Orang Sefrekuensi

mengapa bertemu orang sefrekuensi

Gila, baru kali ini aku bertemu orang baru, namun terasa excited banget. Padahal kami baru pertama kali kenal, namun bisa ngobrol ngalor-ngidul, kayak sudah kenal lama gitu, lho!

Obrolan mengalir lancar, tertawa ngakak tanpa jaim, dan seolah-olah kami sudah lama saling mengenal. Kamu pernah juga mengalami hal yang sama nggak, sih?

Yes! Fenomena ini sering disebut “sefrekuensi” saat kita merasa berada pada gelombang yang sama dengan orang lain.

Tapi, apakah ini hanya kebetulan? Atau ada alasan psikologis yang membuat kita bisa begitu cepat nyambung dengan orang tertentu? Mari kita kupas dari beberapa perspektif psikologi yang relevan.

1. Teori Kesamaan (Similarity-Attraction Effect)

Salah satu teori paling terkenal dalam psikologi sosial adalah similarity-attraction effect. Teori ini menyatakan bahwa manusia cenderung lebih tertarik dan nyaman dengan orang yang memiliki kesamaan, baik dalam minat, nilai, pengalaman, atau bahkan latar belakang.

Bayangkan jika kamu suka membaca buku fiksi, lalu bertemu seseorang yang juga penggemar novel. Secara otomatis ada titik temu yang membuat percakapan lebih mudah.

Rasa “klik” muncul karena otak menandai adanya zona aman, sehingga interaksi terasa lebih natural.

Kesamaan membuat kita merasa dipahami tanpa harus menjelaskan terlalu banyak. Inilah mengapa orang yang sefrekuensi sering kali cepat menjadi teman dekat.

arti sefrekuensi dalam psikologi


2. Resonansi Emosional: Getaran yang Selaras

Selain kesamaan minat, ada hal yang lebih halus namun sangat berpengaruh, yaitu resonansi emosional. 

Manusia memancarkan energi emosional dalam interaksinya. Saat kita bahagia, kita cenderung terhubung dengan orang yang juga membawa suasana ceria. Begitu pula ketika kita sedang sedih, kita akan merasa dekat dengan orang yang bisa memahami dan memberi empati.

Psikologi menyebut ini sebagai emotional resonance, getaran emosi yang saling bersahutan. Hubungan terasa hangat bukan karena topik pembicaraan semata, melainkan karena emosi yang dipancarkan saling menyambut.

3. Teori Cermin (Mirroring)

Tanpa disadari, kita sering meniru bahasa tubuh, intonasi suara, bahkan ekspresi wajah dari orang yang kita sukai. Proses ini disebut mirroring.

Misalnya, saat temanmu tersenyum, kamu ikut tersenyum. Ketika dia bicara dengan penuh semangat, tubuhmu juga condong maju seolah ikut terbawa antusiasme.

Mirroring ini menciptakan rasa “kedekatan instan” karena otak menafsirkan keselarasan tersebut sebagai tanda keakraban.

Dari sudut pandang psikologi, mirroring merangsang pelepasan dopamin, zat kimia otak yang memunculkan rasa senang dan nyaman. Jadi, ketika kamu merasa sefrekuensi dengan seseorang, mungkin tubuhmu sudah lebih dulu “bercermin” pada mereka.

psikologi sefrekuensi

4. Prinsip Pertukaran Sosial

Psikologi hubungan juga mengenal teori social exchange, yang menyatakan bahwa manusia cenderung membangun relasi jika merasa ada imbalan positif di dalamnya.

Imbalan ini tidak selalu berupa materi, melainkan dukungan emosional, rasa dihargai, atau kenyamanan dalam berkomunikasi.

Orang yang sefrekuensi biasanya memberikan rasa aman, tidak menghakimi, tidak memaksakan, dan membuat kita merasa diterima. Otak pun mencatat hubungan ini sebagai sesuatu yang bernilai, sehingga kita terdorong untuk mempertahankannya.

5. Alam Bawah Sadar: Cermin Diri Kita

Selain faktor-faktor yang bisa dijelaskan secara rasional, ada pula peran alam bawah sadar.

Beberapa penelitian psikologi menunjukkan bahwa kita sering tertarik pada orang yang memantulkan bagian diri kita sendiri, baik yang kita sukai maupun yang kita tolak.

Orang-orang ini hadir seolah menjadi cermin, membantu kita menyadari siapa diri kita sebenarnya.

Misalnya, jika kamu bertemu seseorang yang sangat sabar, bisa jadi itu adalah pengingat bahwa kamu juga memiliki potensi kesabaran.

Sebaliknya, jika ada bagian dari mereka yang mengusikmu, mungkin itu adalah bayangan dari sisi dirimu yang belum kamu terima.

Pertemuan dengan orang sefrekuensi, dalam konteks ini, bisa dipandang sebagai proses pertumbuhan pribadi.

6. Tidak Selalu Kebetulan

Lalu, apakah bertemu dengan orang yang sefrekuensi hanyalah kebetulan? Dari sudut pandang psikologi, jawabannya tidak sepenuhnya.

Ada pola alamiah dalam cara kita memilih teman, pasangan, atau bahkan rekan kerja. Otak, emosi, dan bawah sadar kita bekerja bersama untuk mencari orang-orang yang bisa membuat kita merasa lebih hidup, lebih aman, atau bahkan lebih berkembang.

Jadi, setiap kali kamu merasa langsung cocok dengan seseorang, itu adalah hasil dari kombinasi banyak faktor psikologis, bukan sekadar keberuntungan acak.

7. Cara Menyadari dan Menghargainya

Bertemu dengan orang sefrekuensi adalah anugerah. Agar hubungan tetap sehat, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan:

  • Hargai kesamaan, tapi tetap hormati perbedaan: Jangan lupa bahwa sefrekuensi bukan berarti seratus persen sama.
  • Jaga komunikasi yang jujur: Rasa klik di awal bisa terus tumbuh jika diiringi keterbukaan.
  • Bersyukur atas kehadirannya: Tidak semua orang bisa membuat kita merasa diterima apa adanya.

Dengan cara ini, hubungan yang terjalin bisa menjadi lebih bermakna dan bertahan lama.

mirroring bahasa tubuh dan emosi


Kesimpulan

Hidup sering mempertemukan kita dengan banyak orang. Namun, hanya segelintir yang benar-benar membuat kita merasa klik, nyambung, dan nyaman.

Dari kacamata psikologi, sefrekuensi bukanlah kebetulan belaka, melainkan hasil dari kesamaan nilai, resonansi emosi, hingga pesan bawah sadar yang saling bertemu.

Jadi, ketika kamu menemukan orang-orang ini, jangan anggap remeh. Hargai mereka, karena bisa jadi merekalah yang akan menemanimu di perjalanan panjang kehidupan dan membuatmu merasa:

“Aku tidak sendirian, ada yang berjalan di gelombang yang sama denganku.”

Semoga bermanfaat, ya!
Have a nice day!

Referensi:
https://ejournal.unesa.ac.id/
https://ziaresearch.or.id/
https://academicjournal.yarsi.ac.id/
https://journals.upi-yai.ac.id/
OlderNewest

Post a Comment