Alasannya sederhana: aku malas berdebat dan tak ingin memperpanjang urusan. Tapi saat aku sendiri diperlakukan serupa, barulah aku tahu betapa tidak nyamannya sikap semacam itu. Masalah seolah menggantung, tanpa penyelesaian.
Inilah yang disebut silent treatment, sikap diam seribu bahasa yang sering muncul dalam hubungan.
Banyak orang menganggapnya sebagai cara untuk menenangkan diri atau mencegah pertengkaran yang lebih besar. Namun, tak sedikit yang merasakannya sebagai bentuk hukuman emosional yang menyakitkan.
Lantas, sebenarnya silent treatment itu solusi atau masalah?
Artikel ini akan membahas apa itu silent treatment, mengapa orang melakukannya, dampaknya dalam hubungan, dan cara sehat untuk menghadapinya.
Apa Itu Silent Treatment?
Silent treatment adalah perilaku sengaja mengabaikan lawan bicara, berhenti berbicara, atau tidak merespons, biasanya sebagai bentuk ekspresi marah, kecewa, atau frustrasi.
Dalam hubungan, bentuknya bisa berupa:
- Tidak membalas pesan.
- Tidak mau menatap atau menjawab.
- Menghindari komunikasi sehari-hari.
Sekilas, terlihat seperti “diam dulu biar tenang.” Namun sebenarnya, silent treatment berbeda dari time-out yang sehat.
✅Time-out sehat: Komunikasi terbuka tentang butuh jeda, “Aku mau tenang dulu.”
❌ Silent treatment: Diam tanpa penjelasan, membuat lawan merasa diabaikan dan bingung.
Kenapa Orang Melakukan Silent Treatment?
Ada beberapa alasan mengapa pasangan memberi silent treatment:
1. Menghindari Konflik
Beberapa orang tidak nyaman berkonfrontasi. Diam dirasa lebih aman daripada bertengkar.
2. Mengendalikan Situasi
Silent treatment bisa menjadi taktik manipulasi. Dengan menarik diri, pelaku memaksa pasangan merasa bersalah atau tunduk.
3. Mengungkap Kemarahan Pasif
Bagi yang kesulitan mengekspresikan marah secara terbuka, diam menjadi cara balas dendam yang “halus.”
4. Tidak Tahu Cara Bicara
Kurangnya kemampuan komunikasi asertif membuat seseorang memilih diam daripada salah ucap.Apakah Silent Treatment Bisa Jadi Solusi?
Di awal konflik, diam sebentar bisa membantu menenangkan emosi. Ini bisa mencegah kata-kata yang melukai.
Contoh:
“Aku perlu waktu sebentar untuk menenangkan diri.”
Dengan komunikasi jelas, diam menjadi solusi sementara. Pasangan memahami ini bukan penolakan, tapi bagian dari menyelesaikan masalah.
Namun, silent treatment bukanlah diam yang dimaksud untuk menenangkan diri dengan kesepakatan bersama.
Ini adalah sikap diam tanpa penjelasan, tanpa batas waktu, dan tanpa niat untuk menyelesaikan masalah. Lawan bicara dibiarkan bingung, merasa diabaikan, dan akhirnya frustrasi.
Silent treatment bukanlah solusi jika:
- Dilakukan tanpa kesepakatan bersama.
- Tujuannya menghukum atau mengendalikan pasangan.
- Membuat pasangan merasa diabaikan dan tidak dihargai.
Kapan Silent Treatment Menjadi Masalah?
Silent treatment bukan sekadar diam. Ia bisa menjadi bentuk kekerasan emosional.
Tanda-tanda silent treatment menjadi masalah serius, jika:
- Berkepanjangan: Berhari-hari atau berminggu-minggu.
- Menghukum: Lawan bicara sengaja dibuat merasa bersalah atau tidak berarti.
- Menghindar dari penyelesaian masalah: Konflik tidak diselesaikan, hanya dipendam.
- Memicu luka batin: Pasangan merasa kesepian, tidak dicintai, atau bingung.
Penelitian menyebut perilaku diam agresif ini termasuk pasif-agresif, yang bisa menghancurkan keintiman. Silent treatment membuat pasangan merasa terisolasi dan tidak aman secara emosional.
Dampak Silent Treatment pada Hubungan
Setiap hubungan pasti pernah mengalami konflik. Namun, cara menyikapi konfliklah yang menentukan apakah hubungan akan tumbuh atau justru retak.
Salah satu respons yang sering muncul namun jarang disadari bahayanya adalah silent treatment, sikap diam tanpa penjelasan.
Meskipun terlihat sepele dan sering dianggap sebagai cara menenangkan diri, nyatanya silent treatment bisa meninggalkan luka emosional yang dalam.
Berikut beberapa dampak serius yang bisa timbul ketika silent treatment terus dibiarkan:
Emosional
- Meningkatkan stres dan kecemasan.
- Merusak rasa percaya.
- Membuat pasangan merasa ditolak atau tidak berharga.
Komunikasi
- Menghambat penyelesaian konflik.
- Membuat masalah berlarut.
- Membiasakan pola interaksi yang tidak sehat.
Silent treatment bisa meninggalkan luka tak kasat mata, bahkan lebih menyakitkan daripada pertengkaran terbuka.
Bagaimana Menghadapi Silent Treatment dari Pasangan?
1. Kenali Polanya
Apakah pasangan diam untuk menenangkan diri, atau untuk menghukum? Perhatikan frekuensi dan durasi.
2. Tetap Tenang
Jangan membalas dengan silent treatment juga. Balas dendam hanya memperpanjang konflik.3. Buka Pembicaraan
Sampaikan dengan tenang:“Aku merasa nggak nyaman kalau kamu memilih diam. Bisa kita bicarakan?”
4. Validasi Perasaan
Tanya, apa yang membuat pasangan marah. Lalu dengarkan, tanpa menyela.5. Tetapkan Batas Sehat
Sampaikan padanya:
“Kita boleh jeda kalau emosi terlalu tinggi, tapi tolong beri tahu aku dulu.”
Cara Menghindari Silent Treatment
Jika kamu yang sering memilih diam saat konflik:
- Katakan kalau butuh waktu: “Aku mau menenangkan diri dulu.”
- Janjikan waktu untuk membahas masalah: “Beri aku 15 menit, lalu kita bicarakan.”
- Pelajari komunikasi asertif: Ungkapkan marah tanpa menyakiti.
- Fokus pada perasaan dan kebutuhan.
- Sadarilah niatmu: Apakah ingin menenangkan diri? Atau menghukum pasangan?
Kesimpulan
Silent treatment bisa menjadi solusi sementara kalau ada kesepakatan jelas: memberi jeda untuk meredakan emosi.
Tapi tanpa komunikasi, ia lebih sering menjadi masalah: bentuk manipulasi, kontrol, atau kekerasan emosional yang mengikis rasa aman dalam hubungan.
Dalam hubungan yang sehat, konflik diselesaikan lewat dialog terbuka. Diam bisa jadi jeda, tapi bukan akhir komunikasi.
Semoga bermanfaat, ya.
Have a nice day!
Referensi:
https://www.healthline.com/
https://www.joinonelove.org/
Post a Comment